Lima Siswa SMP di Ogan Ilir Kelas 3 SMPN Belum Bisa Membaca, Potret Buram Pendidikan Daerah

Sumseltime.com, OGAN ILIR – Dunia pendidikan di Kabupaten Ogan Ilir kembali tercoreng dengan temuan yang sangat memprihatinkan. Wakil Bupati Ogan Ilir, Ardani, mengungkapkan fakta mencengangkan: lima siswa kelas 3 Sekolah Menengah Pertama (SMP) negeri di wilayahnya ternyata belum mampu membaca sama sekali.

Fakta memilukan itu disampaikan Ardani saat memberikan pengarahan kepada para pejabat administrator dan pengawas pendidikan pada Jumat (26/9/2025). Dalam kunjungan ke salah satu SMP negeri, Ardani dibuat terkejut setelah meminta beberapa siswa membaca teks sederhana – namun jawaban yang diterima sungguh tak terduga.

“Ada lima siswa kelas 3 SMP negeri yang tidak bisa membaca. Saya minta mereka membaca tulisan sederhana, tetapi dijawab, ‘tidak bisa baca,’” ujar Ardani dengan nada heran dan kecewa.

Temuan ini menjadi alarm keras bagi dunia pendidikan daerah. Bukan hanya soal lemahnya kemampuan literasi siswa, tetapi juga menunjukkan bobroknya sistem pembelajaran, lemahnya pengawasan, dan rendahnya integritas para tenaga pendidik hingga kepala sekolah.

Respons Pasif Sekolah, Cermin Buramnya Kepedulian

Lebih menyedihkan lagi, Ardani mengaku kecewa dengan respons pihak sekolah yang terkesan tidak peduli terhadap kondisi tersebut. Saat ditanya tindakan apa yang telah dilakukan, pihak sekolah hanya terdiam.

“Saya tanya kepala sekolahnya, apa langkahnya untuk menyelesaikan masalah ini? Tidak ada, diam saja,” ungkapnya kecewa.

Menurut Ardani, pihak sekolah seharusnya sigap memberikan solusi, seperti membentuk kelas khusus atau memberikan bimbingan tambahan agar siswa dapat mengejar ketertinggalan.

“Mestinya ada tindakan. Bentuk kelas khusus, atau tambah waktu belajar membaca. Setengah jam setelah pelajaran pun tidak apa-apa,” tegasnya.

Kegagalan Sistemik dalam Dunia Pendidikan

Kasus ini menunjukkan betapa masih jauhnya kualitas pendidikan dari harapan. Ketidakmampuan siswa kelas 3 SMP membaca – kemampuan dasar yang seharusnya dikuasai di tingkat SD – mencerminkan kegagalan sistemik dalam dunia pendidikan.

Ardani menegaskan bahwa jabatan di sektor pendidikan bukan sekadar posisi yang digaji negara, tetapi amanah besar untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

“Jabatan itu amanah untuk melayani masyarakat, bukan sekadar menunggu gaji dan tunjangan. Jangan biarkan kasus seperti ini terjadi lagi,” ujarnya dengan tegas.

Wajah Pendidikan yang Memerlukan Perubahan

Kasus ini bukan sekadar persoalan lima siswa. Ini adalah cermin suram wajah pendidikan kita, di mana masih ada anak-anak yang duduk di bangku SMP tanpa kemampuan membaca – hak dasar yang seharusnya sudah dipenuhi sejak bertahun-tahun lalu.

Kelalaian dalam menangani masalah fundamental seperti ini adalah tamparan keras bagi semua pihak terkait. Jika tidak segera dibenahi, maka cita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa akan tetap menjadi jargon kosong di atas kertas.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *