Sumseltime.com, Jakarta – Nama pengusaha asal Kalimantan, Andi Syamsuddin Arsyad atau lebih dikenal dengan Haji Isam, belakangan semakin mencuri perhatian publik.
Pemilik Jhonlin Group ini baru saja menerima tanda jasa dan tanda kehormatan dari Presiden Prabowo Subianto bersama 140 tokoh lainnya di Istana Negara.
Popularitas Haji Isam kian melejit setelah ia kerap hadir di acara penting, bahkan duduk sejajar dengan para taipan nasional seperti Franky Oesman Wijaya dari Sinar Mas Group. Ia juga pernah mendampingi Presiden Prabowo bertemu pendiri Microsoft, Bill Gates, dalam kunjungan ke Indonesia.
Meski namanya makin besar, Haji Isam tergolong sebagai “orang kaya baru” jika dibandingkan dengan konglomerat lama seperti keluarga Salim, Wijaya, hingga Hartono. Kenaikan signifikan kekayaannya terjadi beberapa tahun terakhir, terutama setelah perusahaan miliknya melantai di Bursa Efek Indonesia.
Berdasarkan perhitungan CNBC Indonesia, nilai kekayaan Haji Isam bersama anaknya di dua perusahaan publik yang dikendalikan—PT Jhonlin Agro Raya Tbk (JARR) dan PT Pradiksi Gunatama Tbk (PGUN)—mencapai Rp14,16 triliun atau hampir setara US$1 miliar. Angka ini belum termasuk portofolio besar di perusahaan non-publik, khususnya di sektor tambang batubara dan pelayaran. Jika digabungkan, total hartanya diperkirakan menembus Rp32 triliun.
Namun, hingga kini nama Haji Isam belum tercatat dalam daftar 50 orang terkaya versi Forbes. Padahal posisi buncit daftar tersebut ditempati pengusaha batubara Kiki Barki dengan kekayaan senilai US$1 miliar.
Lalu mengapa Forbes belum memasukkan Haji Isam?
Forbes dalam keterangannya menjelaskan bahwa penilaian dilakukan berdasarkan nilai kekayaan bersih, yakni total aset dikurangi liabilitas. Penilaian juga mencakup berbagai aset seperti perusahaan swasta, properti, hingga karya seni. Namun, jika dokumentasi atau data tidak tersedia, Forbes akan mengabaikan kekayaan tersebut.
Selain itu, Forbes juga menghitung kepemilikan saham berdasarkan harga pasar dan nilai tukar. Karena fluktuasi harga saham dan kurs, posisi seseorang bisa berubah dengan cepat. Hal ini membuat sebagian besar miliarder baru yang kekayaannya belum sepenuhnya transparan sulit masuk dalam daftar resmi.
Dengan demikian, meski harta Haji Isam diperkirakan sudah menembus Rp32 triliun, absennya data detail kepemilikan di perusahaan non-publik kemungkinan menjadi alasan dirinya belum masuk daftar Forbes.








